Jumat, 04 Desember 2009

dr. Haryanti Sutrisno Santuni Penyandang Cacat

Sabtu, 28 November 2009

Di sela kesibukannya sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Kediri, dr. Hj. Haryanti Sutrisno memberikan santunan kepada dua warga di Kecamatan Mojo, Kamis (26/11). Dengan didampingi Camat Mojo, Joko Suwono dan Kepala Dinas Kesehatan, dr. Adi Laksono, santunan diberikan kepada dua bocah yang menderita cacat sejak lahir, yakni Eringga Triandika dan Riza Pahlevi.

Eringga Triandika adalah bocah berusia 7 tahun, seorang penderita bisu-tuli dan autisme. Ketika dr. Haryanti Sutrisno mengunjungi rumahnya di Dusun Sambiroto, Desa Jugo, anak laki-laki pasangan Warsiatin dan Nuhari ini sedang dirawat di RSUD Gambiran Kota Kediri. Menurut keterangan Nuhari, anak bungsunya tersebut menunjukkan gejala sejak kecil. Perkembangannya berbeda dari anak-anak pada umumnya. Pada saat Eringga berumur dua tahun, Nuhari dan istrinya baru mengetahui kelainan yang diderita putranya itu ketika ia belum juga bisa bicara dan tidak memberikan reaksi ketika dipanggil.

Keadaan semakin mengkhawatirkan ketika Ringga, panggilan bocah itu, memakan apa saja yang berada di dekatnya. Puncaknya adalah ketika Ringga meminum bensin sehari sebelumnya. Karena kondisinya semakin memprihatinkan, bungsu dari empat bersaudara ini segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perlakuan medis.

Kondisi yang memprihatinkan juga dialami Riza Pahlevi. Bocah berusia 4 tahun tersebut menderita penyakit kaki gajah. Anak laki-laki pasangan Lia dan Heru ini tinggal bersama neneknya di Desa Maesan, Kecamatan Mojo. Ditemui di rumahnya, Lilik sang nenek, mengatakan bahwa Lia tidak bisa merawat Riza karena ia harus bekerja menjadi seorang TKW di Brunei Darussalam. Kondisi ekonomilah yang memaksa perempuan itu untuk mengadu nasib ke negeri tetangga, tidak lama setelah melahirkan sang anak.

Peduli dengan penderitaan dua warga tersebut, dr. Haryanti menyerahkan santunan berupa bingkisan dan sembako. Di kesempatan itu Haryanti berpesan agar mereka sabar dengan ujian yang dialami. "Ini musibah, ujian dari Allah. Kita harus sabar dan tabah", kata Haryanti. (tee)


Visit in http://www.kediri.go.id

All About Kediri

Sebagai daerah yang memiliki kebesaran dan kejayaan masa silam, Kota Kediri kini telah berkembang menjadi sebuah kota yang sangat dinamis pada hampir semua sektor kehidupan masyarakatnya.

Masyarakat Kediri sendiri mengalami pasang surut kehidupan sejalan dengan situasi dan kondisi, baik di dalam maupun karena pengaruh dari luar baik regional maupun nasional bahkan internasional. Interaksi dengan pengaruh, kekuatan dan gelombang perubaha jaman menjadikannya berpengalaman dalam menentukan dan menjalani pilihan hidup.

Jika ditarik jauh ke belakang, kita bisa tahu betapa kota ini dan kawasan sekitarnya sangat penting dalam percaturan sejarah dan sangat menentukan eksitensi bukan saja kota ini semata tetapi juga bangsa besar Idonesia ini. Sejarah mencatat betapa kerajaan-kerajaan besar senantiasa bersambungan dengan keberadaan Kediri ini.

Gerbang Kota Kediri

Dan kini Kota Kediri juga menjadi bagian penting sebagai salah satu pisat pengembangan wilayah Jawa timur dan Indonesia pada umumya. Itu semua menunjukka secara jelas kepada kita bahwa gerak laju dan kemajuan Kota berpenduduk 242.660 jiwa ini sangat enting untuk diperhatikan. Bukan semata sebagai catatan sejarah yang penuh makna tetapi jauh lebih penting dari itu adalah aar kita bisa mengambil manfaat dari gerak dinamis kota ini, baik sebagai warga masyarakat Kediri sendiri maupun dari luar.


You can visit in http://www.kotakediri.go.id/

Batik it's a indonesian inspiration.

What is batik?

The word batik is thought to derive from the Indonesian word "tik" which means dots-- denoting a certain method of applying colored patterns or designs to finished fabrics.



Picture credit: Dr George Henry

The process of making batik.

The process of batik is simple but tedious. Finely woven cotton and occasionally silk are used to make traditional batik. There were two parallel traditions in batik, one for the royalty and one for the common people.

The first step is to apply the hot wax. There are several methods of waxing. The most popular methods are canting method and cap method

Dyeing.

After the initial waxing, the cloth thus prepared is then dyed in indigo vat and dried in the sun on long sticks. The oldest and first dye to be applied in classical Indonesian batik was blue made from the leaves of the indigo plant. Indigo dyeing was usually done by men.


The cloth is first pulled through a chemical agent which helps the dye to bond to the cloth. It is left to drip and is then pulled through the dye.

Batik Creating an Identity -- Lee Chor Lin.




Chemical dyes produce more predictable results and offer better resistance to sunlight and frequent washing. After the colors are obtained, the fabrics is rinsed thoroughly and it is then transferred to boiling water. The finished products are brilliant in both design and color. Producing a high quality batik may take anywhere from five weeks to over a year.